Hadits dan Terjemah
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ
بْنِ شُبْرُمَةَ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ
أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ
أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ وَقَالَ ابْنُ شُبْرُمَةَ وَيَحْيَى
بْنُ أَيُّوبَ حَدَّثَنَا أَبُو زُرْعَةَ مِثْلَهُ[1]
(BUKHARI - 5514) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id
telah menceritakan kepada kami Jarir dari 'Umarah bin Al Qa'qa' bin Syubrumah
dari Abu Zur'ah dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; "Seorang
laki-laki datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil berkata;
"Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku berbakti
kepadanya?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya lagi;
"Kemudian siapa?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia bertanya
lagi; "kemudian siapa lagi?" beliau menjawab: "Ibumu." Dia
bertanya lagi; "Kemudian siapa?" dia menjawab: "Kemudian
ayahmu." Ibnu Syubrumah dan Yahya bin Ayyub berkata; telah menceritakan
kepada kami Abu Zur'ah hadits seperti di atas”.
A. Pendahuluan
1. Latar belakang
Berbakti kepada orang tua
merupakan kewajiban setiap anak. Sebagaimana ridha Allah Swt. Pada ridhanya
orang tua. Apabila Hari Kiamat datang, siapa pun yang telah menunaikan ibadah
shalat, puasa, zakat, maupun haji, tetapi ia menyakiti orangtuanya, maka
perbuatannya ini telah menghapuskan pahala ibadah tersebut.
Berbuat baik kepada orang
tua, bersikap baik kepadanya serta melakukan hal-hal yang dapat membuatnya
bahagia merupakan kewajiban bagi seorang anak.[2] Jika
berakti kepada orang tua merupakan suatu hal yang wajib bagi seorang anak, maka
durhaka kepadanya termasuk dos besar setelah syirik.[3] Dari
sinilah makalah ini di buat untuk membahas tentang kewajiban seorang anak
terhadap orang tuanya.
2. Rumusan masalah
a. Bagaimana kewajiban seorang anak terhadap orang tua?
b. Apa balasan bagi anak yang durhaka kepada orang tua?
B. Pembahasan
1. Informasi tentang sanad hadits
Dalam kutubu tis’ah penulis melacak hadits yang berkaitan dengan kewajiban
seorang anak terhadap orang tua, salah satunya adalah hadis tentang kehormatan
terhadap ibu, dan hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, berikut adalah
jalur sanadnya:
JALUR SANAD
1.
Nama Lengkap : Abdur Rahman bin
Shakhr
Kalangan : Shahabat
Kuniyah : Abu Hurairah
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 57 H
2.
Nama Lengkap : Abu Zur'ah bin 'Amru
bin Jarir bin 'Abdullah
Kalangan : Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu Zur'ah
Negeri semasa hidup : Kufah
3.
Nama Lengkap : Umarah bin Al Qa'qa'
bin Syubrumah
Kalangan : Tabi'in (tdk jumpa Shahabat)
Negeri semasa hidup : Kufah
4.
Nama Lengkap : Jarir bin 'Abdul
Hamid bin Qarth
Kalangan : Tabi'ut Tabi'in kalangan pertengahan
Kuniyah : Abu 'Abdullah
Negeri semasa hidup : Kufah
Wafat : 188 H
5.
Nama Lengkap : Qutaibah bin Sa'id
bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah
Kalangan : Tabi'ul Atba' kalangan tua
Kuniyah : Abu Raja'
Negeri semasa hidup : Himsh
Wafat : 240 H
2. Asbabul
Wurud Hadis:
Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah: Seorang laki-laki datang kepada Nabi
lalu bertanya: Siapakah yang berhak aku pergauli dengan baik (yang paling
berhak aku berakti kepadanya)? Nabi menjawab dengan hadis terseut di atas:
beliau menjawab ibumu!, ia bertanya pula, kemudian siapa lagi?, beliau menjawab
ibumu! Ia bertanya pula, kemudian siapa lagi?, beliau menjawab ibumu! Ia
bertanya kembali kemudian siapa lagi?, beliau menjawab Bapakmu (ayahmu).[4]
3.
Informasi tentang matan hadits
Langkah pertama penelitian matan
adalah meneliti matan berdasarkan sanadnya. Setelah penulis teliti, dapat
diketahui bahwa sanad hadits diatas adalah bernilai shahih karena periwayat
hadits memenuhi kriteria ke-shahih-an suatu hadits dari segi sanad. Kriteria
tersebut antara lain ketersambungan sanad, dlabit,’ adil, tidak ada syadz
dan ‘illat.
Ketersambungan sanad hadits diatas
bisa dilihat pada kritik sanad, yang mana menunjukkan adanya ketersambungan
periwayatan perawi karena ada hubungan guru dan murid dan tempat tinggal mereka
yang sama atau berdekatan yang mungkin untuk dijangkau.
Dengan demikian, seluruh sanad
hadits di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhāri tersebut dinyatakan muttashil.
Kenyataan tersebut ditambah dengan kapasitas pribadi beliau dinilai positif
dan dapat melaksanakan kegiatan proses periwayatan hadits
Penelitian terhadap syadz dan
‘illat dengan sendirinya tidak ada sebagai akibat periwayat dinilai bisa
dipercaya. Oleh karena itu, sudah dapat dijelaskan bahwa sanad hadits tersebut
terhindar dari syadz dan ‘illat.
Langkah kedua adalah meneliti
susunan lafal matan hadits. Terhadap susunan lafal dari berbagai hadits dari
hadits di atas tersebut tidak terdapat perbedaan matan hadits, pada hadits di
atas lafal yang digunakan Imam Bukhāri terdapat dua hadits, Nasa’i satu
hadits, dan at-Tirmidzi satu hadits.
Baru terdapat perbedaan susunan lafal matan hadits yang digunakan oleh Imam Ahmad, tetapi kandungan maknanya tidak
ada perbedan. Imam Ahmad menggunakan hadits tersebut ada enam hadits.
4. Fiqhul Hadits
Di dalam ajaran islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu
hukum syara’ yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan
pahala dan jika ditinggalkan akan mendapatkan siksa. Dengan kata lain bahwa
kewajiban dalam agama berkaitan dengan pelaksanaan hal yang diwajibkan oleh
Allah.[5]
Menghormati dan menghargai serta berbakti kepada orang tua
merupakan kewajiban yang harus dipatuhi, karea begitu besar jasa dan
pengorbanan kedua orang tua, sampai Allah berwasiat kepada semua umat manusia
untuk berbuat baik kepada keduanya terlebih pada ibu.[6]
Ayah dan ibu merupakan sebab adanya manusia ini. Andaikata bukan karena jerih
payah mereka berdua, tentu manusia ini tidak bisa hidup mapan. Andaikata tidak
ada kesengsaraan mereka berdua, pasti manusia ini tidak merasakan kesenangan.[7]
Mengenai ibu, dia telah mengandung dengan rasa susah payah, begitu
pula waktu melahirkan. Sedangkan ayah, dia telah mencurahkan semua kemampuannya dalam mencapai
kebaikannya untuk perawatan badan dan jiwa anaknya. Oleh sebab itu anak harus
selalu mengingat jasa baik kedua orangtuanya, agar bis berterimakasih kepada
mereka atas jasanya. Mematuhi perintahnya, kecuali jika diperintah maksiat.[8]
Berbuat baik kepada orang tua memiliki kedudukan yang amat tinggi dan mulia
betapa pentingnya berbuat baik kepada orang tua ini adalah karena perintah ini
terletak setelah perintah menyembah Allah.[9]
Nabi mengutuk perbuatan durhaka kepada orag tua dan memerikan
motifasi serta memerintahkan umatnya untuk berbakti kepada orang tua, karena
ridha Allah berda pada ridha kedua orang tua dan kemarahan Allah tertletak pada
kemarahan orang tua.[10] Nabi bersada:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الْوَالِدِ وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ
الْوَالِدِ
Dari Abdullah bin Amr radliallahu 'anhuma dari Nabi shallallaahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Ridha Allah terdapat pada ridha
seorang ayah, dan murka Allah juga terdapat pada murkanya seorang ayah."[11]
Ridha Allah merupakan puncak pencarian dari seorang hamba yang
mengabdi kepadanya. Beramal shaleh untuk mengharapkan balasan kebijakan dari
Allah tidaklah salah, demikian pula berbakti kepadanya untuk mendambakan
surganya juga bukan tindakan keliru , akan tetapi tunduk dan patuh kepada Allah
untuk megharapkan ridhanya itulah sesungguhnya merupakan tingkat tertinggi dari
penghambaan seseorang, karena pada hakekatnya tidak ada penghambaan yang
melmpaui kebahagiaan orang tua yang mendapatkn ridha Allah, sebagaimana tidak
ada kesedihan dan penderitaaan yang melapaui kesedihan serta penderitaan
seseorang yang mendapatkan murka Allah.[12]
Sedangkan Nabi bersabda bahwa ridha Allah terletak pada ridha kedua
orang tua dan demikian pula murkanya. Ungkapan Nabi tersebut mengisyaratkan
kepada umtnya bahwa tidak ada alasan bagi seorang anak mausia untuk tidak taat
dan patuh kepada kedua orangtuanya selama kedua oragtuanya tidak memerintahkan untuk
bermaksiat kepada Allah.[13]
Jika bapak termasuk ahli maksiat di bumi ini serta memaksa anaknya
untuk ikut dalam maksiat tersebut, maka anak tidak wajib taat ketika itu.
Demikian halnya jika menginginkan anaknya memantu dalam maksiat tersebut dan
dalam memperpanjang keburukan, anak tak perlu taat kepanya. Hanya saja dalam
menolak keinginan dan perintah bapak anak mesti bijksana dan dengan cara yang
lebih baik kepada bapaknya.[14]
Sebagai gambaran dari betapa
seorang anak wajib tunduk patuh kepada kepada kedua orang tuanya itu, sebuah
riwayat mengatakan bahwa seseorang meminta ijin kepada Nabi ikut berjihad, lalu
nabi bertanya adakah orang tuamu masih hidup? Orang tadi menjawab: masih ya
Rasulullah, maka Nabi menjawab: berbaktilah kepada keduanya maka engkau telah
berjihad. Dalam riwayat lain dikatakan bahwa seorang Yaman pergi berjihad
kepada Nabi saw. Lalu berkata kepada Nabi: wahai Rasulullah saya telah
berjihrah. Nabi bersabda: apakah engkau punya keluarga di Yaman? Orang itu
menjawab: kedua orangtua ku. Nabi bertanya: apakah keduanya megijinkanmu? Dia:
berkata: tidak. Nabi bersabda: kembalilah dan mintalah ijin kepada keduanya.[15]
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا
يَحْيَى عَنْ سُفْيَانَ وَشُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا حَبِيبٌ قَالَ ح و
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ حَبِيبٍ عَنْ أَبِي
الْعَبَّاسِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُجَاهِدُ قَالَ لَكَ أَبَوَانِ قَالَ نَعَمْ
قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan dan Syu'bah keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Habib dia berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Habib dari Abu Al 'Abbas dari Abdullah bin 'Amru dia berkata; seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam; "Saya hendak ikut berjihad." Beliau lalu bersabda: "Apakah kamu masih memiliki kedua orang tua?" dia menjawab; "Ya, masih." Beliau bersabda: "Kepada keduanya lah kamu berjihad”.[16]
Dalam hadis ini, kedudukan berbuat baik kepada orang tua itu mendahului jihad di jalan Allah, yang menempati puncak tertinggi amal dalam islam. Dari uraian di atas dapat di artikan pula kedudukan berbuat baik kepada orangtua itu lebih tinggi daripada alam-amal diawah jihad di jalan Allah. Misalnya lebih tinggi daripada amal berpergian ini bukan wajib seperti untuk haji fardu misalnya. Sedangkan untuk haji sunnah atau umrah sunah maka berbuat baik kepada orang tua itu masih lebih tinggi darinya.[17]
Allah mengharamkan kedurhakaan terhadap kedua orang tua. Nabi bersabda:
حَدَّثَنِي
مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ
عَنْ فِرَاسٍ عَنْ الشَّعْبِيِّ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ
أَوْ قَالَ الْيَمِينُ الْغَمُوسُ شَكَّ شُعْبَةُ
وَقَالَ مُعَاذٌ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ الْكَبَائِرُ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ
وَالْيَمِينُ الْغَمُوسُ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ أَوْ قَالَ وَقَتْلُ النَّفْس
Artinya: Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basysyar telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami
Syu'bah dari Firas dari Asy Sya'bi dari Abdullah bin Amru dari Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda; "Diantara dosa besar adalah, menyekutukan
Allah, durhaka kepada orang tua, -atau ia mengatakan - sumpah dusta."
Syu'bah ragu kepastian redaksinya. Dan Mu'adz mengatakan telah menceritakan
kepada kami Syu'bah mengatakan; Dosa besar ialah menyekutukan Allah, sumpah
dusta, dan durhaka kepada orang tua. Atau ia mengatakan; dan membunuh orang.[18]
Allah telah mengharamkan
durhaka kepada kedua orang tua dan akan membalas dosa pelakunya selagi masih di
dunia. Karena itu merupakan kewajiban anak utuk meghormati dan mentaati semua
perintahnya selagi tidak melanggar ke tentuan ajaran agama. Dalam pandangan
Allah kedua orang tua adalah orang yang pertama-tama wajib dihormati setelah
pengapdian kepada Allah.[19]
Berbaktilah wahai anak
manusia terhadap kedua orang tua yang telah mengantarkan kalian hidup di dunia
ini sebab tanpa kedua nya maka kita semua tidak akan pernah menikmati kehidupan
di dunia. Anak yang durhaka kepada orang tuanya adalah anak yang mengingkari
kenikmatan dari Allah, dan sekaligus mengingkari kebaikan keduanya, oleh karena
itu Allah sangat tidak menyukainya sehiggan mempercepat balsan dosanya ketika
masih di dunia, agar menjadi pelajarann baginya dan juga bagi yang lain bahwa
durhaka kepada orag tua itu termasuk perbuatan yang sangat di benci Allah dan
balasannya akan di berikan kotan di dunia.[20]
C. Penutup
Kesimpulan
Menghormati
dan menghargai serta berbakti kepada orang tua merupakan kewajiban yang harus
dipatuhi, karea begitu besar jasa dan pengorbanan kedua orang tua, sampai Allah
berwasiat kepada semua umat manusia untuk berbuat baik kepada keduanya terlebih
pada ibu.
Allah telah mengharmkan durhaka kepada kedua orang tua dan akan membalas
dosa pelakunya selagi masih di dunia. Karena itu merupakan kewajiban anak utuk
meghormati dan mentaati semua perintahnya selagi tidak melanggar ke tentuan
ajaran agama. sehiggan mempercepat balsan dosanya ketika masih di dunia, agar
menjadi pelajarann baginya dan juga bagi yang lain bahwa durhaka kepada orag
tua itu termasuk perbuatan yang sangat di benci Allah dan balasannya akan di
berikan kontan di dunia.
[1] Kutubu Tis’ah, Siapa Yang Paling Berhak Digauli Dengan Baik Kitab Bukhari, Hadist No - 5514
[2] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, (Yogyakarta: Teras, 2010) 16.
[3] Ibid., 28
[4] Suryani, Hadis
Tarawi Analisis Paedagogis Hadis-Hadis Nabi, (Yogyakarta: Teras, 2012) 107
[5] Abduddin Nata,
Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012) 143.
[6] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, 17.
[7] M. Fadlil
Sa’id An-Nadwi, Bekal Berharga Untuk Menjadi Anak Mulia (Pendidikan Moral
Untuk Dasar), (Surabaya: Al-Hidayah, 1418 H) 21.
[8] Ibid., 22.
[9] Dadang Sobar, Fikih
Berbakti Kepada Orangtua, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) 1.
[10] Juwariyah,
Hadis Tarbawi, 17.
[11] Ibid.,18.
[12] Ibid., 18-19.
[13] Ibid., 19.
[14] Sobar, Fikih
Berbakti Kepada Orang Tua, 97.
[15] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, 24-25.
[16] Kutubu Tis’ah, Tidak Berjihad Kecuali Seijin Kedua Orang Tua, Hadist Bukhari No - 5515
[17] Sobar, Fikih
Berbakti Kepada Orang Tua, 3.
[18] Kutubu Tis’ah,
Kitab Bukhari, Hadis No 6362
[19] Juwariyah, Hadis
Tarbawi, 28.
[20] Ibid., 30-31




Tidak ada komentar:
Posting Komentar