BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hadist
Hadist
berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata hadasa, yahdusu, hadtsan, hadisan
dengan pengertian yang bermacam-macam. Kata tersebut dapat berarti al-jadid min
al-asy ya’ sesuatu yang baru, sebagai lawan lawan dari kata al-qodim yang
artinya sesuatu yang kuno atau klasik. Penggunaan kata al-hadist dalam arti demikia dapat kita jumpai pada
ungkapan hadist al bina dengan arti jadid al-bina artinya bangunan baru.
Menurut
istilah hadis adalah perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad Saw yang
sudah tertulis. Sebelum tertulis kita sebut saja al-sunnah, tetapi setelah
al-sunnah tersebut diriwayatkan oleh para sahabat dan generasi selanjutnya secara
bersambung, itulah al-hadis[1].
Selanjutnya,
kata hadis dapat pula berarti al-qarib yang berarti menunjukan pada waktu yang
dekat atau waktu yang singkat. Kata al hadis dapat pula berarti al-khabar yang
berarti ma yutabaddats bih wa yunqal, yaitu sesutau yang di perbincangkan,
dibicarakan, atau diberitakan. Dari ketiga arti kata al hadist tersebut,
namapaknya yang banyak digunakan adalah pengertian ketiga, yaitu sesuatau yang
diperbincangkan[2].
Banyak istilah-istilah untuk Al-Hadis menurut para Muhadditsin, baik yang
termasuk aliran moderen maupun yang termasuk aliran kuno (salaf), berpendapat
bahwa istilah Al-Hadis, Al-Khabar, Al-Atsar dan As-Sunnah merupakan sebuah
muradif (sinonim).[3]
Dengan
demikian secara garis besar hadis merupakan segala perkataan (sabda, perbuatan
dan ketetapan danpersetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan
ataupun hukum dalam agama islam. Hadis dijadikan sebagai
sumber hukum
dalam agam islm selain la-quran, ijma’ dan qiyas.
B.
Fungsi
Hadis dalam Studi Islam
1.
Hadis
Terhadap Al-Quran
Hadis berfungsi untuk menguatkan dan mengaris bawahi apa yang
terjadi dalam al-quran utntuk menetapakan dan memperkuat hukum-hukum yang telah
ditentukan oleh al-quran sehingga al-quran dan hadis menjadi sumber-sumber
hukum agama islam.
Adapun fungsi yang kedua dari hadis
adalah untuk memperjelas, memperinci, bahkan membatasi pengertian lahirnya
al-quran yaitu memberikan perincian dan penafsiran ayat-ayat yang masih umum,
memberikan persyratan ayat-ayat al-quran yang masih asli dan memberiakan
penentuan khusus dan memmberikan penetuan khusus pada ayat-ayat alquran yang
masih umum, al hadis sebagai sunnah Nabi Saw merupakan wujud konkret
pelaksanaan hukum ketetapan dari spirit Al-Quran[4].
Misalnya perintah mengerjakan sholat, membayar zakat, dan menunaikan ibadah
haji, di dalam al-quran tidak di jelaskan jumlah rakaat dan bagaimana cara-cara
melaksanakannya; tidak di perincikan tentang nisab-nisab zakat, dan juga tidak
di paparkan cara-cara melaukan ibadah haji. Tetapi semuanya itu telah di
terangkan secara terperinci dan di tafsirkan sejelas-jelasnya oleh hadis.
a.
Al-Hadis
memperkokoh isi kandungan Al-Quran
Allah berfiman
dalam surah Al-Baqarah ayat 185
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ
وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ
فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ
أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya:
Bulan
Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan aal-quran, sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu pembeda (antara
yaang benar dan yang batil). Karena itu barang siapa dianatara kamu ada di
bulan itu, maka berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia
tidak berpuasa), maka (wajib menggantiya), sebaiknya hari yang ditinggalkannya
itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghedaki kesukaranmu bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan
mengagungkan Allah atas petunjuk-nya yang di berikan kepadamu, agar kamu
bersyukur.
Untuk memperkuat ayat di atas rasullah SAW bersabda:
صوموا لؤبته وافطروا
لؤبته فإن غم عليكم فاقدروا. (رواه مسلم)
Artinya:
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan maka berpuasalah, juga
apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah (H.R.Muslim).
b.
Al-Hadis
memberi rincian terhadap ayat-ayat yang bersifat umum
Allah berfirman
dalam Al-Quran surah Al-Baqarah a yat 43
وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا
مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya:
Dan dirikanlah
salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.
Ayat diatas
berbicara secara umum tentang shalat, sedangkan tata cara pelaksanaan shalat
tidak di jelaskan dalam ayat tersebut, maka rasullah SAW di dalam bersabda
dalam hadis yang berbunyi:
صلوا كما رايتمونى اصلى (رواه مسلم)
Artinya:
shalatlah sebagimana kamu melihat aku shalat.
2.
Hadis
sebagai sumber hukum islam
Adapun fungsi hadis sebagai sebagai sumber hukum islam ada tiga,
yaitu sebagai penguat bagi apa yang sudah tertera dalamAl-Quran, sebagai
penfsiran bagi ayat-ayat Al-Quran dan mendatangkan hukum-hukum yang tidak
tercantum dalam Al-Quran.
Contoh hadis yang mendatangkan hukum-hukum
yang tidak tercantum dalam Al-Quran:
a.
Perintah
merajam zina muhksan (laki-laki yang sudah ada istri atau perempuan yang sudah
ada suami tapi berzina sama orang lain).
b.
Warisan
terhadap nenek, hal ini tidak tercantum dalam Al-Quran. Maka hadistlah yang
menentukannya, yaitu dalam warisan nenek mendapatkan bagian 1/6 dari harta
warisan
c.
Zakat
fitrah, tidak ada satupun dari ayat al-qur’an yang memerintahka kepada kita
untuk mengeluarkan zakat fitrah. Maka rosulullah-lah yang menyuruhnya. Beliau
bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh ibn umar, “rosulullah SAW
mewajibkan zakat fitrah”.
C.
Kedudukan
Hadis Dalam Studi Islam
Umat islam sepakat bahwa hadis merupakan
sumber ajaran islam kedua setelah al-qur’an. Kesepakatan mereka didasarkan pada
nas, baik terdapat dalam al-qur’an maupun hadist[5]. Seluruh
umat islam telah sepakat bahawa hadist merupakan salah satu sumber ajaran
islam. Ia menempati kedudukan yang
sangat penting setelah Al-Quran. Kewajiban mengikuti hadist bagi umat islam
sama wajibnya mengikuti Al-Quran. Hal ini karena hadist merupakan mubayyin
terhadap AlQuran[6].
Pentepan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an
sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).
Al
qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa
yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti,
bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa
sahabat sampai hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan
sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional.
Keberlakuan
hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an
hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan
penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan
manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber kedua secara logika dapat
diterima.
Al-qur`an
sebagai sumber pokok dan hadits sebagai sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan
dari kenyataan dari keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya yang tertuang dalam
dua kalimat syahadat. Karena itu menggunakan hadits sebagai sumber ajaran
merupakan suatu keharusan bagi umat islam.
Setiap muslim tidak bisa hanya menggunakan
Al-qur`an, tetapi ia Alqur`an dan hadits merupakan rujukan yang pasti dan tetap
bagi segala macam perselisihan yang timbul di kalangan umat islam sehingga
tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila perselisihan telah
dikembalikan kepada ayat dan hadits, maka walaupun masih terdapat perbedaan
dalam penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai perbedaan tersebut.
Firman
allah dalam surah An-Nisa’ ayat 80:
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ
عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
Artinya:
Barang siapa yang menaati Rasul itu,
sesungguhnya ia telah menaati Allah. Dan barang siapa yang berpaling (dari
ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Firman allah dalam surah Al-Hasyr
ayat 7:
وَمَا آتَاكُمُ
الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Artinya:
Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.
Dari penjelasan kedua ayat di atas
jelaslah bahwa umat Islam harus menjadikan Hadits dan Al-Qur’an sebagai pedoman
hidup untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

.jpg)



