BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Berdirinya Madrasah Nidzamiyah
Madrasah merupakan isim makan dari fi’il madhi dari darasa,
mengandung arti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran.[1] Madrasah
selalu dikaitkan dengan nama Nidzam Al-Mulk (w. 485 H/1092 M), salah seorang
wazir Dinasti saljuk sejak sejak ia mendirikan Madrasah Nidzamiyah di Bagdad.
Walaupun ia bukan orang pertama yang mendirikan madrasah tetapi ia sangat
berjasa dalam mempopulerkan pendidikn madrasah.[2]
Madrasah Nizhamiyah di bagdad terletak di deka sungai Dijlah di
tengah-tengah pasar Salasah (Suq as-Salasah)di bagdad. Mulai di bangun pada
tahun 459 H. Ahmad syalbi berkeyakinan bahwa pasar Al-Chaffafin yang terdapat
di bagdad saat ini adalah tempa dimana Madrasah Nizhamiyah dulunya
berdiri.
Menurut Muhmud Yunus, diantara motivasi pendirian banyak madrasah
di masa pengaruh Turki (saljuk) adalah untuk mengambil hati rakyat, mengharap
dan ampunan dari Allah, memelihara kehidupan anak-anaknya di kemudian hari,
memeperkuat aliran keagamaan bagi sultan atau pejabat. Motif-motif ini,
terutama motif politik dan motif doktrin keagamaan tampak dominan pada madrasah
Nizhamiyah. Keterangan yang mendukung hal tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, kemenangan
Ahlussunah terdap Syi’ah yaitu terjadinya penaklukan Bani Saljuk terhadap
Dinasti Buwaihi di Irak dan mereka berhasil masuk ke Baghdad pada tanggal 25
Muharram 447 H. Penguasa Saljuk yang seorang pengikut fanatik sunni
menginginkan terkikisnya paham aqidah syi’ah. Kedua,melestarikan
kekuatan politik dan paham teologi Asy’ariyah. Karena jika Dinasti Saljuk
dihadapkan dengan Dinasti Fatimiyah di Mesir yang beraliran Syi’ah, Sunni
menyadari untuk melawan Syi’ah tidak cukup hanya dengan kekuatan melainkan
harus melalui penanaman dan pemahaman ideologi yang bisa melawan ideologi
Syi’ah. Karena Syi’ah sangat aktif dan sistematik dalam melakukan
pendoktrinan melalui pendidikan atau aktivitas pemikiran lain. Ketiga, Salah satu
kebijakan politik pemerintahan dan penguasa Saljuk untuk mempertahankan
kekuasannya dengan mengambil simpati rakyat.[3]
B. Sistem Pendidikan Madrasah
Nizhamiyah Baghdad
1. Tujuan Pendidikan Madrasah
Nizhamiyah
Madrasah Nizhamiyah
memiliki beberapa tujuan pokok antara lain:
a.
Mengkader calon-calon ulama dan birokrat yang
berwawasan untuk menyebarkan pemikiran sunni untuk menghadapi tantangan
pemikiran aqidah Syi’ah.
b.
Menyediakan guru-guru Sunni yang cakap untuk
mengajarkan Madzhab Sunni dan menyebarkan ketempat lain.
c.
Membentuk kelompok pekerja Sunni untuk
berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di
bidang peradilan dan manajemen.
d.
Membangun sistem madrasah yang baik dan
berprestasi.
e.
Mendukung Madzhab Syafi’i dan teologi
Asy’ariyah menolak sisi-sisi ekstrim dari pemikiran lain dan mengambil jalan
tengah dalam soal keagamaan.[4]
Dengan berdirinya madrasah, maka pendidikan
Islam memasuki periode baru yaitu pendidikan menjadi fungsi bagi negara, dan
sekolah-sekolah dilembagakan untuk tujuan pendidikan sektarian dan indoktrinasi
politik.
2.
Kurikulum, Materi dan Sistem Pengajaran Madrasah Nizhamiyah
Kurikulum
Madrasah Nizhamiyah terfokuskan pada Ilmu-ilmu syari’ah, seperti Alqur’an
(membaca, menghafal dan menulis), ilmu kalam, ilmu fiqh, sastra arab, sejarah
Nabi Muhammad SAW, dan berhitung yang menitikberatkan pada Madzhab Syafi’I dan
teologi Asy’ariyah. Karena Madrasah Nizhamiyah meng-konsentrasikan pada
pengajaran Ulum Al-syariah dan Ushuluddin yang telah ditetapkan padanya,
kekurangannya adalah Madrasah Nizhamiyah mengabaikan ilmu terapan yang praktis
(A-ulum Al-tatbiqiyah Al-amaliyah).
Sistem
pengajaran Madrasah Nizhamiyah ini berjalan dengan cara para guru berdiri
didepan kelas menyajikan materi-materi kuliah (ceramah talqin), sementara para
siswa duduk mendengarkan ditempat yang telah disediakan. Kemudian dilanjutkan
dengan dialog atau diskusi Antara guru dan siswa mengenai materi yang diberikan
gurunya dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi. Menurut pendapat lain,
guru menjelaskan dalam satu silabus yang disebut ta’liqah. Silabus ini
disusun oleh masing-masing pengajar berdasarkan catatan perkuliahannya selagi
menjadi mahasiswa, bacannya, dan kesimpulan pribadi tentang tema yang terkait,
sedangkan mahasiswa menyalin ta’liqah dengan dikte.[5]
Rencana pengajarannya
tidak diketahui dengan tegas. Menurut bukti-bukti di bawah ini rencana
pengajarannya hanya ilmu-ilmu syari’ah saja dan tak ada ilmu-ilmu hikmah
(filsafat). Buktinya sebagai berikut:
a.
Tak ada seorang di antara para ahli sejarah
yang mengatakan bahwa diantara mata pelajarannya ada ilmu kedokteran, ilmu
falak, dan ilmu pasti. Mereka hanya menyebutkan, bahwa diantar mata
pelajarannya ialah nahu, ilmu kalam, dan fiqih.
b.
Guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah
itu adalah ulama-ulama syari’ah sehingga madrasah adalah madrasah Syari’ah,
bukan madrasah filsafat.
c.
Pendiri Madrasah Nizhamiyah itu buanlah orang
yang membela ilmu filsafat, melainkan dan bukan pula orang membantu pembebasan
filsafat.
d.
Zaman berdirinya Madrasah Nizhamiyah, bukanlah
zaman filsafat, melainkan zaman menindas filsafat serta orang-orang filsuf.[6]
Dalam kaitan
dengan kurikulum pengajaran, bisa dipastikan kalau disiplin fiqh dan ushûl
al-fiqh, menjadi salah satu mata kajian yang harus ditempuh dengan mengambil
corak pemahaman Asy’ariyyah sebagai label dari pengajaran yang terdapat pada
madrasah ini. Bagaimanapun harus diakui bahwa pengajar pada madrasah ini
merupakan penganut Asy’arisme, umpamanya Imam al- Haramain Abu al-Ma’ali Yusuf
al-Juwaini (w.478 H/1084 M) dan Abd al-Hamid al-Ghazali (w.505 H/ 1111 M).[7]
Sementara itu,
Mahmud Yunus mengatakan bahwa kurikulum Madrasah Nizhamiyah tidak diketahui
dengan jelas. Namun dapat disimpulkan bahwa materi-materi ilmu syari’ah
diajarkan di sini sedangkan ilmu hikmah (filsafat) tidak diajarkan. Fakta-fakta
yang mendukung pernyataan ini adalah; pertama, tidak ada seorangpun di antara
ahli sejarah yang mengatakan bahwa di antara materi pelajaran terdapat
ilmu-ilmu umum. Kedua, guru-guru yang mengajar di Madrasah Nizhamiyah merupakan
ulama’-ulama’ syari’ah. Ketiga, pendiri madrasah ini bukanlah pembela ilmu
filsafat. Keempat, zaman berdirinya madrasah ini merupakan zaman penindasan ilmu
filsafat dan para filosof.[8]
3.
Tenaga Pengajar Dan Pelajar Madrasah Nizhamiyah
Bagdad
C. Pendanaan dan Sarana Madrasah
Nizhamiyah
Sumber
dana yang paling lazim bagi pembagunan madrasah adalah lembaga wakaf, sebuah
cara tradisonal dalam Islam untuk mendukung lembaga yang melayani kebutuhan
masyarakat umum. Menyumbangkan materi (zakat) yang diperuntukan bagi mustahiq
dan bagi pengembangan Islam merupakan bagian dari rukun islam.
Dalam
pembangunan madrasah, wazir Nizam Al-Mulk menyediakan dan wakaf untuk membiayai
mudarris, imam, dan juga mahasiswa yang menerima beasiswa dan fasilitas
asrama. Dengan dana itu, ia mendirikan madrasah-madrasah Nizamiyah dihampir
seluruh wilayah kekuasaan Bani Saljuk saat itu, mendirikan perpustakaan dengan
lebih kurang 6.000 jilid buku lengkap dengan katalognya, lalu menetapkan
anggaran belanja seluruh madrasah-madrasah itu sebesar 600.000 dinar. Kemudian
Madrasah Nizamiyah Baghdad saja sepersepuluh, yaitu 60.000 dinar tiap tahun.
Ini sudah cukup untuk membiayai berbagai fasilitas yang disediakan untuk
pelajar dan pengajar, baik berupa akomodasi, uang makan dan
tunjangan.
D.
Pengaruh Madrasah
Nizhamiyah
Menurut A.L. Tibawi dalam buku
karya (Abuddin Nata, 2004: 72): Madrasah Nizhamiyah telah banyak memberikan
pengaruh terhadap masyarakat, baik bidang politik, ekonomi, maupun bidang
social keagamaan.
Nizam Al-Mulk dalam kaitan ini dikenal sebagai pejabat pemerintah yang
memiliki andil besar dalam pendirian dan penyebaran madrasah, kedudukan dan
kepentingannya dalam pemerintahan merupakan sesuatu yang sangat menetukan juga.
Dalam bidang ekonomi,
Madrasah Nizhamiyah disamping sebagai lembaga untuk mengajarkan ilmu syari’ah
dalam rangka mengajarkan ajaran Sunni, memang dimaksudkan pula untuk
mempersiapkan pegawai pemerintah, khususnya dilapangan hukum dan pemerintah.
Dengan demikian, Madrasah telah menjanjikan lapangan kerja. Dari segi social
keagamaan, Madrasah Nizhamiyah diterima oleh masyarakat karena sesuai dengan
linhkungan dan keyakinannya. Faktor-faktor penerimaan tersebut antara lain:
pertama, ajaran yang diberikan di madrasah nidzamiyah adalah ajaran sunni, yang
dianut sebagian besar masyarakat waktu itu. Kedua, para pengajar di madrasah
nidzamiyah adalah para ulama yang terkemuka. Ketiga, materi pokok yang
diajarkan dari madrasah ini adalah al-fiqh yang dianggap sesuai dengan
kebutuhan masyarakat umumya ajaran dan keyakinan mereka.
[1] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam Pada Periode Klasik Dan Pertengahan, (Pt Raja Grafindo,
Jakarta 2012) 50
[2] Ibid, 60
[3] Abduddin
nata, sejarah pendidikan islam, 63-64
[4] Ibid,
65-66
[5] Abuddin Nata, sejarah pendidikan
islam, 66-69
[6]
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan
Islam, (PT Hidakarya Agung, Jakarta, 1992) 74
[7] Ibid,
66-67
[8] Abuddin
nata, sejarah pendidikan islam, 67



